Breaking News
Berita  

Gencar suarakan Ranperda anti LGBT, IMM FH Unhas Gelar Diskusi Publik “Pro Kontra Usulan Ranperda LGBT Kota Makassar”

METAINFO.ID,MAKASSAR-Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PIKOM IMM) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) gelar Diskusi Publik secara daring melalui platfom zoom meeting, Minggu (22/01/2023)

Diskusi yang diadakan tersebut merupakan bagian dari rangkaian Pra-Pelantikan Pikom IMM Hukum Unhas Periode kepengurusan 2023-2024. Tema yang diangkat adalah “Pro dan Kontra Usulan Ranperda LGBT Kota Makassar”. Ketua Umum terpilih, Yusril menyampaikan bahwa isu ini sangat penting untuk dibahas karena fenomena LGBT di Kota Makassar semakin hari telah menimbulkan kisruh dan riak bagi masyarakat di Kota Makassar.

“Sebagai organisasi yang basisnya keagamaan, tentunya kami sangat mendukung ranperda tersebut mengingat semakin hari, fenomena ini semakin riak dan menimbulkan kisruh dimasyarakat khususnya masyarakat kota makassar” Ujarnya tegas dalam sambutannya.

“Tentunya kita semua yang sadar yang akan berperan dalam hal ini, dan saya harap agenda diskusi ini dapat memberikan pengetahuan baru ataupun memperluas wawasan dan perspektif kita untuk lebh bijak menanggapi Fenomene ini. pun secara kelembagaan kami yakin bahwa Ranperda tersebut diadakan sebagai langkah preventif terhadap dampak dari fenomena LGBT itu sendri”lanjutnya.

Diskusi publik ini menggandeng dua narasumber yaitu M. Aris Munanddar S.H., M.H (Akademisi Fakultas Hukum Unhas) dan Sopian Tamrin S.Pd., M.Pd (Akademisi Sosiologi UNM) beserta tiga penanggap dari beberapa OKP yang turut jadi pembicara yakni Akbar Al Fatih (Kolumnis Makassar Bicara dan Mantan Ketua HMI Kota Makassar), Muhammad Pahri (Ketua Umum LDK MPM UNHAS), dan Takbir Mulawansyah (Ketua Umum PK Kammi UNHAS)

Dalam diskusi itu secara tegas M Aris Munandar sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa yang penting juga dibahas terkait ranperda tersebut adalah mengenai penamaan peraturannya sebab ini cukup vital mempengaruhi isi dalam peraturan itu mengatur mengenai apa dan melarang mengenai apa, dimana dalam Ranperda yang sedang di godok tersebut belum final apakah yang akan diatur adalah mengenai penyimpangan seksual atau memang gerakan LGBT itu sendiri

“Yang Ikhwal untuk saya sampaikan adalah bahwa dalam aturan hukum baik itu perundang-undangan dan lain sebagainya, judul memegang peranan penting karena akan mempengaruhi substansi atau muatan yang diatur dalam peraturan tersebut, jadi diiperjelas yang mau diatur adalah perbuatan atau Namanya, sementara dalam ranperda tersebut memang sudah jelas menyasar mengenai LGBT” ujarnya dalam pemaparan materi.

“yang sering digaungkan oleh kaum LGBT itu sendiri karena mereka merasa di diskkriminasi perihal haknya sebagai warga negara dalam konstitusi. Namun perlu dipahami bahwa hak itu berbanding lurus dengan batasan batasan yang pada dasarnya telah diatur oleh konstitusi kita sendiri. tepatnya, hak itu dibatasi ketika perbuatan tersebut mengganggu hak orang lain, atau menganggu ketertiban maka hak tersebut akan dibatasi” tutupnya.

Selanjutnya Sofyan Tamrin sebagai pembicara kedua menyampaikan bahwa sebenarnya LGBT ini adalah masalah yang berada pada tatanan struktur sosial masyarakat sehingga memang tidak selamanya harus diselesaikan dengan hukum, namun ketika kompleksitas permasalahnnya sudah mapan seperti sekarang ini kemudian potensi konflik yang akan terjadi juga sudah sangat rawan maka norma hukum diperlukan juga untuk menanggulangi ini.

“LGBT ini merupakan penyimpangan yang berada pada tatanan struktur sosial masyarakat sehingga sosial masyrakat itu punya peranan dalam memperbaiki struktur sosialnya. Karena tidak adanya standar nilai, norma dan lain sebagainya yang mampu mengatur hal tersebut maka tentunya perlu diatur dengan hukum, karena itu akan menjadi anomali dalam masyarakat dan tentu saja menghasilkan permasalahan sosial yang baru”. ujarnya dalam pemaparan materi.

Sementara itu ketiga penanggap dalam diskusi itu juga menyampaikan tanggapan dan perspektifnya masing masing. Muhammad Pahri dan Takbir mulawansyah secara terbuka menyampaikan bahwa persoalan fenomena LGBT ini bukanlah hal baru yang kita temui.

“Dalam sirah kenabian dalam kisah nabi luth juga telah jelas sekali bagaiamana kaum kaum yang serupa dengan LGBT itu telah mendapatkan imbas dari perbuatannya, pun dalam budaya kita di sulawesi selatan fenomena ini dekat sekali dengan komunitas adat Bissu dan istilah istilah transgender yang ada dalam masyarakat, namun pada dasarnya kebudayaan itu ada dan eksis sebelum masuknya tatanan baru yang lebih mapan dan lebih baik yakni agama. Jadi memang pada dasarnya hal itu tidak boleh menjadi dasar pengakuan terhadap eksistensi kaumi ini terlebih identitas dan entitas kita sebagai maghasiswa islam”
Selanjutnya Akbar juga menyampaikan bahwasanya fenomena yang muncul sebenaranya dalam masyarakat bukan persoalan LGBT itu didiskrimanasi atau penyimpangan seksual itu dilarang, tapi lebih kepada bagaimana kelompok ini muncul ke permukaan untuk mencari ruang, dan sebenaranya permasalhan yang kedua adalah tidak adanya ketegasan dari negara unyuk menyikapi ini.

“Yang tejadi dalam masyarakat sebenarnya bukan persoalan pelarangan atau penolakan terhadap LGBT ini namun lebih kepada perlombaan muncul kepermukaan untuk mendapat ruang. Pun mengenai peraturan tentang LGBT ini hanya diatur dalam peraturan tingkat daerah saja, dimana ini mengisyaratkan bahwa negara tidak berani dan tidak ingin mengatur hal ini secara tegas padahal beberapa negara maju sekalipun sudah sangat lama menentukan sikap terhadap Fenomena ini, dan ini salah satu alasan yang menyebabkan riak fenomena ini dalam masyarakat”(rls**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *