Breaking News
Berita  

Walhi Tolak Desain Rel Kereta Api “At Grade” dan Tantang BPKA Buka Dokumen Amdal

METAINFO.ID,MAKASSAR – Direktur Eksekutive Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Selatan (Walhi Sulsel), Al Amin, kembali angkat bicara terkait polemik pembangunan proyek rel kereta api yang sedang dibangun BPKA Sulsel di kawasan pesisir Kota Makassar.

Al Amin menyatakan bahwa sejak awal desain rel kereta api At-grade tidak sesuai dengan kondisi tata ruang yang ada di kota Makassar. Olehnya, secara terang-terangan menolak desain rel kereta api dengan konsep at grade.

Bahkan, dirinya menantang Balai Perhubungan Kereta Api (BPKA) Sulsel menunjukan bagaimana dengan kelayakan studi atau analisis dampak lingkungan (amdal) di wilayah sekitaran proyek rel kereta api tersebut.

Wahi juga mengajak Aliansi Mahasiswa Makassar untuk mendesak BPKA ungkap atau membuka dokumen AMDAL Proyek Kereta Api tersebut ke publik.

“Saya Menantang konsultan, badan otoritas kereta api, pemerintah perhubungan, gubernur Sulsel untuk membuka hasil studi kelayakan lingkungannya, “jelas Al Amin saat menjadi nara sumber pada diskusi publik Diskominfo Makassar dengan
tema ‘Rel Kereta Api Jangan Rampas Tanah Rakyat’ di Hotel Four Points by Sheraton, Senin (29/08).

Dia menambahkan jika sepertinya, konsep rel kereta api dengan konsep at grade dilakukan dengan tidak transpran alias sembunyi-sembunyi.

“Buka dong ke masyarakat, bagaimna studi kelayakan mereka, bagaimana analisis lingkungan hidup disana, ini proyek yang dibuat sembunyi sembunyi, tiba-tiba di Pangkep buat terowongan kereta api.Kalau sudah beres kenapa, pangkep, barru banjir.Walhi pasti menolak bilamana memberi dampak bencana kepada masyarakat.”lanjutnya.

Ketua Tim Revisi RTRW Kota Makassar, DR. Ikhsan mengatakan,konsep pembangunan rel kereta api di Kota Makassar ataupun Sulsel harus betul-betul memperhatikan dampak sekitarnya. Karena itu pembangunannya harus diperhatikan dengan baik, dan konsep rel kereta api elevated menurutnya bisa dibilang cukup realistis untuk diperjuangkan kedepan.

“Saat ini memang elevated mahal, tapi kalau darat (at grade) harus lagi bangun darinase, perlintasan layang untuk melintas kendaraan warga untia dan sebagainya Bangun darinase, perlintasan. Bukan kali ada anggarannya berapa, tapi yang memang banyak manfaatnya kalau elevated. Belum lagi kalau mahasiswa demo, kita mau beli masa depan tapi kita merusak. Masa depan. Elevated ini membeli masa depan,”tambah Ichsan.

Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Andi Muhammad Yasir dalam sambutannya mengajak mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control untuk mengawal konsep rel kereta api elevated.

Apalagi, kata Yasir, perubahan rel kereta api dari konsep elevated menjadi at garde atau landed oleh Balai Pengelolaan Kereta Api (BPKA) Sulsel tanpa sepengetahuan pihak pemerintah kota.

“Sangat pas keberadaan mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control, mengingat perlunya pengawalan dari berbagai pihak atas perubahan yang dilakukan BPKA terkait konsep rel kereta api,” ungkap Yasir.

Yasir menyebutkan Pemkot Makassar mempunyai banyak pertimbangan sehingga mengusung konsep elevated.

Bahkan konsep itu juga telah disepakati bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2015 lalu. Pemkot Makassar telah merancang tata ruang Kota Makassar dengan konsep elevated.

Hal tersebut bahkan ditetapkan melalui Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dengan rancang jalan arteri dalam tata ruang.

Selain mendukung untuk program Makassar New Port (MNP) sebagai bangkitan ekonomi. Konsep elevated ini juga dipilih untuk menghindari banjir.
Pemkot sebagai pemerintah tidak mau masyarakat merasa dizalimi dengan adanya proyek kereta api ini.

“Jika Kereta Api tetap menggunakan konsep rel di tanah, maka berpotensi kuat menimbulkan banjir di daerah Lantebung, Mandai, dan sekitarnya,” tuturnya.

“Kita tidak ingin Kota Makassar mengalami banjir sebagaimana banjir yang dialami Kabupaten Barru setiap musim hujan karena dampak dari pembangunan rel kereta api dengan konsep at grade,” tambah Yasir.

Selain itu, dari segi biaya justru pembangunannya juga akan lebih besar jika menggunakan konsep at grade.

Sebab harus ada pembebasan lahan sekitar 60 meter dan membangun lebih banyak jembatan.

“Dibanding menggunakan konsep elevated. Lahan yang dibutuhkan hanya 5 meter saja, dengan luas itu Pemkot Makassar dapat membebaskan lahan dengan tanggungan APBD,” tutupnya

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *