Breaking News

PRINSIP PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN

*OPINI*

Oleh: Fajlurrahman Jurdi
Dosen Fakultas Hukum UNHAS

Mahkamah Konstitusi telah menjatuhkan putusan atas perkara Nomor 80/PUU-XX/2022 yang menyangkut penetapan Daerah Pemilihan (Dapil). Semula, dalam UU Nomor 7 tahun 2017, Dapil ditetapkan oleh DPR, sehingga ada dalam lampiran UU. Namun pasca Putusan MK, ketentuan tersebut sudah dibatalkan, sehingga penetapan Dapil akan dilakukan oleh KPU.

Dalam konteks ini, dalam penetapan Dapil, KPU dibebani dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 185 Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mememuat tujuh (7) prinsip penetapan Dapil. Ke tujuh (7) prinsip ini diatur kembali di dalam Peraturan KPU Nomor 6 tahun 2022 tentang Penataan Dapil. Terhadap ketujuh prinsip ini dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Prinsip kesetaraan nilai suara. Prinsip ini merupakan upaya untuk meningkatkan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1 (satu) Dapil dan Dapil lainnya dengan prinsip 1 (satu) orang-satu suara-satu nilai. Dengan prinsip ini, maka suara setiap orang setara. Konsep ini disebut juga dengan OPOVOV, yakni one person, one vote, one value.

Kedua, prinsip ketaatan pada sistem Pemilu yang proporsional. Prinsip ini merupakan ketaatan dalam pembentukan Dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik setara mungkin dengan persentase suara sah yang diperoleh.

Ketiga, prinsip proporsionalitas. Prinsip ini terkait dengan kesetaraan alokasi dengan memperhatikan kursi antar Dapil agar tetap terjaga perimbangan Alokasi Kursi setiap Dapil. Dalam konteks ini, Proporsionalitas yag dimaksud disini adalah proporsinalitas kuantitatif. Bagi pencari keadilan yang memimpikan demokrasi tercipta secara kualitatif, maka sulit untuk merumuskan kualitas kesetaraan dangan menghubungkan antara representasi dengan proporsionalitas.

Keempat, integralitas wilayah. Prinsip ini memperhatikan beberapa provinsi, beberapa kabupaten/kota, atau kecamatan yang disusun menjadi 1 (satu) Dapil untuk daerah perbatasan, dengan tetap memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, serta mempertimbangkan kondisi geografis, sarana perhubungan, dan aspek kemudahan transportasi. Ada perdebatan diantara para ahli dalam makna prinsip ini. Apakah sama antara integralitas wilayah dengan integralitas geografi?. Bisakah dimasukkan integralitas historis dan kebudayaan?.

Kelima, berada dalam cakupan wilayah yang sama. Prinsip ini merupakan penyusunan Dapil anggota DPRD Kabupaten/Kota, yang terbentuk dari 1 (satu), beberapa, dan/atau Bagian Kecamatan yang seluruhnya tercakup dalam suatu Dapil anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Keenam, prinsip kohesivitas. Prinsip ini merupakan penyusunan Dapil dengan memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas. Agar representasi didasarkan atas kesatuan (unity) atas dasar kondisi tersebut, maka upaya-upaya politik di parlemen juga fokus pada aspek tersebut. Jika prinsip ini digunakan, bisa jadi, prinsip integralitas wilayah diabaikan. Tetapi penting juga memikirkan “kedekatan” topografi batas wilayah.

Ketujuh, prinsip kesinambungan. Prinsip ini terkait dengan penyusunan Dapil yang harus memperhatikan Dapil yang sudah ada pada Pemilu tahun sebelumnya, kecuali jika Alokasi Kursi pada Dapil tersebut melebihi batasan maksimal Alokasi Kursi setiap Dapil atau apabila bertentangan dengan keenam prinsip di atas. Karena memperhatikan prinsip ini, maka KPU kadang tidak melakukan perubahan dapil, kecuali ada hal-hal yang urgen.

Harus dipahami, bahwa penyusunan Dapil adalah administrasi politik. Karena itu, harus ada dua jenis kalkulasi, yakni kalkulasi kuantitatif dan kualitatif. Pada kalkulasi kuantitatif, sudah ada angka dan batas-batas yang pasti. Misalnya, ditetapkan batas maksimal dan batas minimal jumlah kursi di setiap dapil berdasarkan jumlah data kependudukan.

Pada kalkulasi kualitatif, memang agak rumit merumuskannya. Itulah sebabnya pemahaman akan prinsip penetapan dapil ini menjadi penting, agar representasi yang terbangun benar-benar mewakili apa yang dibutuhkan oleh pemilih. Hubungan antara pemilih dengan wakilnya bisa lebih dekat dengan pendekatan penetapan Dapil, terutama bila Dapil yang ditetapkan mempertimbangkan seluruh prinsip yang diatur, baik di UU Pemilu maupun di Peraturan KPU.

Penetapan Dapil juga harus memastikan tidak menimbulkan konflik. Terutama pada prinsip kesinambungan, tidak dapat dipaksakan untuk diubah apabila menyebabkan terjadi ketegangan dan bisa memicu konflik.
Saat ini, kontestan sudah membangun hubungan lama dengan voters di dapilnya, terutama Petahana. Mereka berharap agar Dapil tidak mengalami perubahan. Pun pengurangan jumlah kursi karena terjadi penurunan jumlah penduduk di suatu Dapil bisa memicu ketegangan. Pergeseran jumlah penduduk di suatu Dapil merupakan peristiwa lima tahunan, sehingga perlu kehati-hatian.

Putusan MK Nomor 80/PUU-XX/2022 yang menyebabkan terjadinya perubahan kewenangan lembaga yang menetapkan Dapil akan menjadi salah satu point penting dari tahapan Pemilu. Kesiapan dan konsistensi serta kecermatan KPU dalam memperhatikan data kependudukan untuk menentukan jumlah kursi di setiap Dapil serta memetakkannya berdasarkan prinsip yang diatur dalam UU dan PKPU sangat penting dalam rangka mendekatkan pemilih dengan wakil mereka.

Wallahu alam bishowab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *